Header Ads Widget

Responsive Advertisement

UMAT DIASPORA MAMBERAMO RAYA: Sebuah Kerinduan akan Tubuh Kristus


Foto Ilustrasi (Repro, pen)

(Catatan penulis: kisah ini saya tulis pada April 2013 di Kasonaweja, tatkala masih mahasiswa dan mengikuti asistensi paskah di sana. Kebetulan, tulisan ini masih ada sehingga saya ingin menampilkan di sini agar tetap diingat).

Semenjak tiba di Mamberamo Raya, Bapak dan Ibu punya kerinduan besar untuk membangun persekutuan umat Katolik, sebab kami selalu berdoa di GKI dan GIDI tapi tidak sesuai dengan tradisi iman Katolik”

Ungkap bapak Antonius Manaman, S.E, ketua Komunitas Basis “Terang Kristus” Kaso-Meso, Mamberamo Raya dalam suatu kunjungan ke rumah beliau, Jumat, 29/04. Bapak kelahiran 19 Juni 1962, asal suku Muyu, Merauke-Papua, itu berkisah bahwa sejak dipindahkan dari Serui ke Mamberamo Raya, dirinya tidak pernah berjumpa dengan orang Katolik.

Karena tidak adanya komunitas ataupun gereja Katolik di Kasonaweja, Beliau bersama keluarganya tekun dan rajin mengikuti kebaktian di Gereja Kristen Injili (GKI) atau Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Setiap kali mengikuti kebaktian di kedua gereja itu, dirinya selalu dirundung kecemasan dan kegelisahan. Pasalnya, kebiasaan iman seperti di dalam Gereja Katolik tidak pernah ditemuinya. “Kami mendengar Firman Tuhan dan khotbah, tapi terasa ada kekosongan iman. Kami rindu untuk menyambut Tubuh Kristus tapi tidak mendapatkannya” ungkapnya sedih.

Bola mata beliau berkaca-kaca. Sesekali lenso kuning miliknya menyeka tetesan air mata yang jatuh. Dalam keadaan tubuh yang kurang sehat, Beliau terus berkisah tentang kerinduannya untuk membangun komunitas Katolik dan menerima komuni kudus. 

            “Saya dengan Ibu sudah berniat untuk membangun rumah doa kecil, agar setiap Minggu kami berdoa di situ. Ibu selalu memotivasi saya untuk membangunnya. Kendalanya kami tidak mempunyai tanah untuk membangun rumah doa semacam itu” lanjut Bapak yang sejak tahun 1985 sudah berkarya sebagai guru di tengah umat Protestan hingga kini.  

            Kerinduan itu terus hidup dalam hati mereka. Meskipun disadari untuk mendapatkan tanah membangun semacam kapel memang sulit. Warga setempat tidak mengizinkan tanahnya untuk dibangun gereja.  

            “Kami terus bergumul dalam doa. Kami mohon petunjuk dan rahmat dari Tuhan agar kami bisa membangun persekutuan umat Katolik di daerah Mamberamo ini” lanjutnya. Siang dan malam, Bapak Manaman dan Istrinya selalu berdoa dan berharap agar kekal Gereja Katolik bisa berkembang di Mamberamo Raya.

            Keinginan dan kerinduan kedua pasangan yang lama hidup di tengah saudara Protestan ini sungguh membuahkan hasil. Tahun 2009, datanglah sebagian umat Katolik dari tanah Toraja, Flores, Kei dan lain-lain. Beberapa orang mulai berkumpul di Kasonaweja, Mamberamo Raya. Mereka datang sebagai guru, PNS, pengusaha, tukang dan swasta. Namun karena belum adanya gedung gereja, semua umat Katolik itu mengikuti kebaktian di Gereja GKI atau GIDI.

            Mengetahui bahwa sudah ada beberapa umat Katolik di Kasonaweja, bapak Manaman lalu menuturkan kerinduannya kepada bapak Semar, seorang pegawai PU. Kerinduan bapak Manaman ditanggapi positif oleh bapak Semar. Mereka pun mulai merencanakan aksi untuk mendata semua umat Katolik di Mamberamo Raya.

            Masih dalam rencana pendataan umat, datang pula beberapa guru kontrakan dari kabupaten Mimika, Papua. Umat yang baru datang ini berasal dari Merauke, Kei dan Tanimbar. Dari Merauke adalah bapak Walter Wasing Kaibu. Beliua inilah yang menjadi pendobrak dan penggerak karya bapak Antonius Manaman dan bapak Semar. Dari tangan bapak Walter, pendataan umat pun dilakukan. Bersama beberapa orang guru dan pegawai yang lain, mereka mulai mendekati umat Katolik. Hasil pendataan diketahui bahwa jumlah keseluruhan umat Katolik di Mambramo Raya berkisar lebih dari 135 jiwa.

            Akhirnya mulai diadakan rencana pertemuan umat Katolik. Tanggal 6 Juni 2012 diadakan rapat pembentukan Badan Pengurus Umat Katolik (BPUK). Terpilih sebagai Ketua Kombas adalah bapak Antonius Manaman, S.E dan wakil ketua Ibu Veronika Tokomonawir, A.Ma.Pd. Bendahara I, Ibu Fidelia Tandung, S.Pd. Dari pertemuan itu pula dihasilkan nama komunitas diaspora tersebut sebagai “Komunitas Basis “Terang Kristus” Kaso-Meso, Mamberamo Raya. Terbentuknya BPUK, umat Katolik mulai mengadakan kebaktian.

            Mula-mula mereka berdoa dari rumah ke rumah. Doa rosario dan doa keluarga dijalankan. Lalu dilanjutkan dengan kebaktian hari Minggu. Karena belum mempunyai gedung gereja, kebetulan Ibu Vero, sapaan akrab Veronika Tokomonawir, adalah Kepala Sekolah SD Negeri Inpres Kasonaweja, sehingga dua bilik ruangan sekolah dijadikan sebagai tempat kebaktian umat Katolik. Tanggal 29 Juli 2012, kebaktian di gedung sekolah untuk pertama kali diadakan.

            Persekutuan umat Katolik sudah terbentuk. Mereka pun lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada Bupati Mamberamo, Demianus Kyukyu dan semua pihak terkait seperti: Ketua Klasis GKI, para pendeta dari denominasi gereja, para kepala distrik, bahkan kepada pimpinan umat Muslim di Mambramo. Surat bernomor 09/6KTK/2012 dikirimkan agar status keberadaan umat Katolik di Mamberamo diakui.

             “Kami sudah diakui statusnya di sini. Harapan kami agar Bapak Uskup, para Pastor, petugas pastoral dan umat Katolik bisa mendukung dan memotivasi kami agar Gereja Katolik di Mamberamo Raya bisa terus berkembang” ungkap bapak Manaman.

            Kerinduan bapak Antonius Manaman dan istrinya serta semua umat Katolik di Mamberamo agar terbentuknya Kombas telah terwujud. Masalahnya sejak itu mereka tidak mendapatkan pelayanan sakramen dan pembinaan dari para petugas Pastoral tertahbis. Hal ini disebabkan oleh jangkauan transportasi yang masih sulit. Hanya transportasi udara dan laut saja yang bisa diandalkan.

Meski harga tranportasi udara begitu melangit berkisar 6 juta-an pergi-pulang dan transportasi laut sampai berhari-hari tapi mereka masih mempunyai kerinduan untuk terus berharap adanya pelayanan kepada mereka. Kerinduan itu berpuncak hingga Paskah 2013 lalu. Setelah menghubungi Pastor Paroki di Serui untuk meminta tenaga pelayan, (Mambramo merupakan bagian dari wilayah paroki Serui)—namun mereka tidak mendapatkannya. Sementara umat menghendaki adanya pelayan tertahbis dan berusaha mencarinya di keuskupan Jayapura, tapi juga tidak mendapatkannya. Akhirnya mereka pun menghubungi kami di Seminari untuk meminta tenaga pelayan.

Kebetulan kami telah mengenal beberapa umat, akhirnya kami berniat mengikuti asistensi Paskah di Mamberamo Raya. Kehadiran kami untuk melayani umat di Mamberamo sedikit menjawab kerinduan hati umat untuk menerima komuni kudus. Sebuah peristiwa mengharukan kami alami, ketika pada saat komuni di Malam Kamis Putih, pada waktu itu beberapa umat menerima komuni dengan tangis air mata. Kenyataan ini memperlihatkan betapa besarnya kerinduan umat untuk menerima Tubuh Kristus.

Meskipun mereka telah disegarkan oleh Tubuh Kristus, kerinduan untuk mendapatkan pelayan tetap begitu kuat. Mereka ingin agar adanya pelayan tetap yang bisa membina dan siap melayani sakramen-sakramen yang mereka butuhkan. Saat ini mereka telah mempersiapkan panitia untuk pembangunan kapel di Mamberamo Raya. Dukungan dan motivasi kepada mereka tentu saja amat diharapkan.

“Haparan kami, Bapak Uskup, merelakan seorang pelayan tertahbis yang bisa menetap dan melayani kami di sini. Kami adalah umat Katolik yang merindukan pelayanan Ekaristi Kudus. Kami bukan umat asli setempat. Kami semua pendatang, yang minoritas di tengah mayoritas umat Protestan. Namun benih Injil, semakin hari semakin tubuh subur. Kami sudah menanam dan memupuknya. Semoga Bapak Uskup, para Pastor dan umat Katolik lain turut mendukung kami untuk terus bertumbuh dan berbuah di sini,” Demikian harapan seluruh umat Katolik “Terang Kristus” Kaso-Meso, Mamberamo Raya, yang disampaikan oleh bapak Antonius Manaman, Ketua Kombas (DNS).

 

Posting Komentar

0 Komentar